Dinkes Bekasi Ungkap Kasus Suami Mengidap HIV karena Homoseksual

Dinkes Bekasi Ungkap Kasus Suami Mengidap HIV karena Homoseksual Image: Pixabay.com

CIKARANG - Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi meminta kewaspadaan para istri di wilayahnya, sebab bisa jadi suaminya memiliki kelainan seks sebagai pecinta sesama jenis atau homoseksual.

"Ini harus jadi 'aware' buat para istri, ternyata banyak suami punya pasangan sesama jenis di wilayah kita," kata Kabid Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Irfan Maulana di Cikarang, Selasa (3/12).

Menurut Irfan, pria pecinta sesama jenis ini terlihat sebagai lelaki normal dalam kesehariannya, dan hanya diketahui sebagai homoseksual setelah melakukan pemeriksaan kesehatan.

"Mereka ini biasanya lelaki normal, bisa karena istrinya di kampung atau karena ingin cari sensasi baru," kata Irfan.

Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, sepanjang tahun 2019 ini jumlah penderita HIV dan AIDS bertambah 105 pasien, di mana perilaku hubungan pria sesama jenis menjadi penyebab tertingginya.

"Tahun ini bertambah 105 pasien HIV dan AIDS, pria ada 74 orang dan wanita sebanyak 31 pasien," ungkapnya.

Dari 74 pria penderita HIV dan AIDS di wilayahnya tahun ini, 46 di antaranya merupakan pecinta sesama jenis. Kemudian di tahun yang sama pula terdeteksi 14 wanita pekerja seks, enam waria, empat kasus kelompok berisiko tinggi atau Risti, dan dua pria pelanggan pekerja seks.

"Serta lain-lain seperti penggunaan narkoba, transfusi darah, alat tato, transplantasi organ tubuh, dan ibu ke bayi sebanyak 33 penderita," kata Irfan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Sri Enny Mainiarti, mengatakan 105 kasus baru tahun ini membuat akumulasi penderita HIV dan AIDS di Kabupaten Bekasi bertambah, menjadi 1670 orang.

"Bagi laki-laki yang sudah berumah tangga sangat diperlukan kesetiaannya, terhadap pasangan sehingga bisa memotong rantai penularan virus ini," katanya.

Pihaknya juga terus melakukan upaya menekan kasus HIV dan AIDS, di antaranya pengembangan layanan 'Voluntary Counseling and Testing' (VCT) atau konseling dan tes HIV sukarela, sosialisasi pada populasi Risti, dan pengembangan layanan Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP).

Kemudian sosialisasi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan dan murid di sekolah. Serta pemeriksaan viraload dan CD4 bagi para orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

"HIV dan AIDS berbeda, HIV itu virusnya sedangkan AIDS bisa dibilang stadium akhir dari infeksi virus HIV di mana kemampuan tubuh untuk melawan berbagai infeksi sudah hilang sepenuhnya. Kita berharap yang positif HIV tetap bisa maksimal menjalankan kehidupan. Dan yang paling penting rutin memeriksakan diri agar rantai penularan bisa dihentikan," kata Sri Enny. (Ant).