Banyak laporan kecurangan pemilu, APDI minta Polri Netral

Banyak laporan kecurangan pemilu, APDI minta Polri Netral Kahumas APDI Eman S. Nasim (kiri); Mayjen TNI (Purn) Suprapto, penasihat APDI (tengah); Ketua Umum APDI, Wa Ode Nur Intan (kanan). (Foto: APDI).

Jakarta -  Kegelisahan masyarakat tentang kesimpangsiuran isu kecurangan pemilu 2019 rupanya sampai ke meja Aliansi Penggerak Demokrasi Indonesia (APDI).  APDI yang terdaftar dan terakreditasi di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai salah satu pemantau pemilu, mengaku telah menerima banyak laporan terkait bukti kecurangan pemilu 2019. Laporan yang masuk ke aplikasi internal APDI tersebut, berasal dari para relawan APDI yang berjumlah 1725 orang dan tersebar di seluruh Indonesia.

Hal ini disampaikan dalam jumpa pers APDI, Selasa (23/04/19), di sekretariat APDI kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Ketua Umum APDI Wa Ode Nur Intan, Penasihat APDI Mayjen (Purn) TNI Suprapto, Kepala Humas & Juru Bicara APDI Eman Sulaeman Nasim, dan Suparlan Ketua Bidang Jaringan dan Program.

Dalam rangka menindaklanjuti temuan seluruh relawan APDI di lapangan -- yang hingga tulisan ini dibuat, para relawan tersebut masih bertugas memantau -- APDI meminta Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk bersikap netral dan profesional dalam menghadapi pesta demokrasi khususnya pemilihan presiden yang sudah berlangsung selama beberapa hari.

APDI meminta Polri wajib menjaga transparansi penghitungan suara dengan cara mengizinkan saksi dari kedua kubu calon presiden (capres), pengamat, dan pemantau untuk menyaksikan proses penghitungan suara, atau rekapitulasi hasil pemilihan dari tempat pemungutan suara (TPS) di setiap kelurahan dan kecamatan.  APDI menyayangkan petugas yang melarang saksi dari salah satu kubu Capres dan pemantau yang sudah diakreditasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

“Dalam Pilpres kali ini berkembang opini publik, (yaitu) banyaknya oknum aparatur sipil negara atau ASN yang diminta  salah satu kubu Capres untuk membantu memenangkan jagoannya. Sehingga pemilihan umum ini dipenuhi  kecurangan. Karena itu, harusnya pihak Polri menciptakan iklim yang kodusif dengan menciptakan transparansi. Bukan justru memperkuat asumsi masyarakat bahwa Pemilu kali ini dipenuhi kecurangan,” papar penasihat APDI, Mayjen TNI (Purn) Suprapto merespons lebih dari 500 laporan dari berbagai daerah dan DKI Jakarta yang masuk ke APDI.

Dalam laporan tersebut menyebutkan banyaknya saksi dan pemantau yang dihalangi oleh petugas kepolisian ketika akan menghadiri proses rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan, dengan alasan akan menganggu proses rekapitulasi suara. 

APDI merekomendasikan agar Polri memberikan akses kepada pemantau yang terdaftar seperti APDI untuk membuktikan. Sebaliknya, jika rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kabupaten dibiarkan tertutup, APDI berpendapat, ini akan memperkuat dan membenarkan opini publik tentang kecurangan dalam penghitungan suara yang dilakukan para oknum untuk memenangkan capres dan parpol. 

Menurut APDI, opini sekarang yang berkembang adalah justru kecurangan tersebut bahkan dilindungi aparat keamanan negara. Selanjutnya, jika asumsi seperti itu semakin kuat akan membuat hasil perhitungan suara dan hasil pemilu tidak akan diterima masyarakat. APDI mengatakan bahwa hal ini akan membahayakan kelangsungan demokrasi di Indonesia.

“Seharusnya selagi para saksi dari dua kubu dan pengamat ini bersikap baik, damai dan tidak membuat keributan dan perusakan, (maka) polisi harus mendukung dengan cara membiarkan mereka masuk dan menyaksikan proses penghitungan suara. Sehingga proses rekapitulasi berjalan secara transparan dan diterima semua pihak,” tegas mantan Pangdam VII Wirabuana ini.

Pilpres Paling Buruk
Di tempat yang sama,  Ketua APDI Wa Ode Nur Intan menyampaikan, pihaknya menerima laporan dari berbagai relawan APDI dari seluruh Indonesia tentang berbagai kecurangan. Laporan bentuk kecurangan tersebut antara lain penggelembungan jumlah perolehan suara salah satu capres; Adanya petugas TPS yang melakukan pencoblosan berkali-kali terhadap Capres tertentu di lembar suara pilpres; Tidak  melakukan penjumlahan dan mengosongkan kolom jumlah perolehan suara; Pembakaran kotak suara dan gudang tempat penyimpanan kotak dan kertas hasil pencoblosan; dan Perampasan foto maupun kertas C1 hasil penghitungan suara oleh pihak tertentu.

Suparlan Ketua Bidang Jaringan dan Program mengatakan bahwa hanya relawan APDI yang memiliki akses untuk memasukkan laporan ke aplikasi internal APDI. "Foto, keterangan adanya kecurangan, dokumentasi C1," Suparlan menyebutkan konten dari laporan yang masuk.

Tetapi tidak semua relawan dapat mengaksesnya dari lokasi yang susah sinyal dan kondisi geografis yang sulit. "Yang bisa akses aplikasi langsung isi mandiri, yang tidak bisa dan gap (hambatan) teknologi (internet), mereka (lapor) via telepon," ungkap Suparlan yang mengatakan bahwa aplikasi ini tidak disebarluaskan untuk mencegah pembajakan. 

Wa Ode Nur Intan menambahkan bahwa APDI  mengharap polisi dan Bawaslu untuk menindaklanjuti laporan ini. “Orang-orang kami (relawan APDI) sudah berusaha melaporkan berbagai indikasi kecurangan dan pelanggaran ini. Namun Laporan tersebut tidak pernah ada follow up dari aparat terkait. Baik Kepolisian maupun Bawaslu. Sehingga kami menilai, ada kecurangan yang terencana dan terstruktur. Karena itu kami menilai Pilpres maupun Pemilu kali ini adalah pemilu paling buruk sejak reformasi 1998,” tegas Wa Ode Nur Intan.

Peneropongan APDI, kisruhnya pemilu kali ini karena adanya indikasi keberpihakan oknum aparat baik aparat keamanan maupun ASN kepada salah satu capres. Hal ini selain bertentangan dengan hukum juga melanggar azas pemilu yang  jujur dan adil. 

“Kami berharap, seluruh komponen yang ada di masyarakat tetap bersatu dan menjaga silaturahim. Perbedaan politik yang ada karena pilihan Capres, tidak perlu mengganggu silaturahim. Perbedaan pilihan politik jangan sampai merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Yang saat ini perlu kita awasi adalah input data di KPU dan KPUD. Agar  mereka bekerja dengan jujur dan profesional. Sehingga tidak  merugikan kelompok dan kubu siapapun. Dengan demikian hasil real count KPU nanti bisa diterima seluruh lapisan masyarakat dan semua pihak. Keutuhan bangsa dan kemajuan negara dapat terus kita pertahankan," papar Kabid Humas APDI Eman Sulaeman Nasim menutup penjelasan.