Contoh AS dan China, JK: Sistem Demokrasi Harus Dikoreksi Sesuai Zaman

Contoh AS dan China, JK: Sistem Demokrasi Harus Dikoreksi Sesuai Zaman Jusuf Kalla (JK) mengatakan sistem demokrasi harus dikoreksi lagi, apakah masih sesuai diterapkan sebagai sistem pemerintahan. (Foto: Ist)

JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengatakan sistem demokrasi harus dikoreksi lagi, apakah masih sesuai diterapkan sebagai sistem pemerintahan seiring dengan perkembangan zaman.

Wapres menyampaikan, negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya, kini perlahan menutup diri. "Demokrasi juga harus dikoreksi sesuai zamannya. Demokrasi mempunyai bentuk yang berbeda-beda," kata JK saat membuka Rapat Kerja Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Jambi, Sabtu (24/11).

"Sekarang tentu pertanyaannya, demokrasi bagaimana yang kita harapkan untuk memajukan bangsa ini," ucapnya. 

Di bawah kendali Presiden Donald Trump, AS menerima banyak kritikan dari negara-negara asing karena menerapkan beberapa kebijakan yang proteksionis. Salah satunya terkait perdagangan dan Islamofobia.

"Mulai bertanya-tanya, apakah Amerika yang merupakan suatu negara demokrasi yang sangat tinggi tapi yang terpilih Trump, yang berkampanye dengan cara diskriminatif. Artinya tidak demokratis, Islam tidak boleh masuk, mendekati Korea (Utara) dan sebagainya," ujarnya.

Menurutnya, Inggris pun menerapkan kebijakan ekslusif setelah meloloskan diri dari Uni Eropa lewat referendum Brexit (British Exit). Contoh kebijakan dari dua negara maju tersebut menimbulkan pertanyaan baru, apakah demokrasi masih sesuai jika diterapkan saat ini.

"Di Inggris, (referendum) Brexit menang. Itu juga karena ingin proteksionis. Maka terjadilah suatu paham-paham yang putar balik pada masa lalu," ungkapnya.

Di bidang ekonomi, Amerika juga mulai menerapkan kebijakan ekslusif dengan menerapkan pajak tinggi bagi barang eskpor dari negara lain. Sementara, negara penganut paham komunis-sosialis seperti China justru ingin membuka diri lewat kerja sama dengan bangsa lain.

"Kalau masa lalu, negara demokratis cenderung ekonominya terbuka dan negara yang tidak demokratis (sosialis atau komunis), ekonominya tertutup, proteksionis. Sekarang terbalik, Amerika ingin proteksionis sementara China yang sosialis-komunis itu ingin ekonomi terbuka," ungkapnya.

Oleh karena itu, Wapres berharap KAHMI sebagai organisasi intelektual dapat membaca perubahan-perubahan tersebut. Sehingga, kata dia, bersama-sama dapat menemukan sistem pemerintah yang sesuai, namun tidak menjadikan Indonesia sebagai bangsa otoriter. (Ant)