DPD KSPSI Sampaikan Lima Tuntutan di 'May Day' 2020

DPD KSPSI Sampaikan Lima Tuntutan di 'May Day' 2020 Ilustrasi: Pekerja perempuan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi di depan kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (6/3/2020). (Foto&keterangan: Antara Foto).

BANDUNG - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat, menyampaikan ada lima tuntutan dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, meski tanpa melakukan aksi turun ke jalan.

Ketua DPD KSPSI Jawa Barat (Jabar), Roy Jinto, mengatakan para anggotanya bakal menyampaikan tuntutan tersebut ke perusahaan masing-masing di setiap kabupaten dan kota, melalui alat peraga tanpa adanya keramaian. Tuntutan yang disampaikan, di antaranya tentang penolakan Omnibus Law serta tuntutan dari dampak COVID-19 terhadap pekerja.

"Tahun 2020 kami juga tetap punya aspirasi ke pemerintah, salah satunya tentang THR (Tunjangan Hari Raya) 2020.  Kami menolak penundaan dan pencicilan THR," kata Roy di Bandung, Jumat (1/5).

Poin tuntutan yang pertama yaitu KSPSI Jawa Barat menuntut untuk mengeluarkan klaster ketenagakerjaan, dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Kemudian menuntut agar para perusahaan menghentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah pandemi COVID-19. Tuntutan ketiga yaitu menolak penundaan dan pencicilan pembayaran THR.

Yang keempat adalah menuntut setiap perusahaan untuk membayar upah 100 persen bagi pekerja yang dirumahkan. Lalu yang kelima adalah menuntut perusahaan untuk segera meliburkan seluruh buruh di tengah penyebaran COVID-19.

Mengenai THR, Roy mengatakan pihaknya telah menyurati kementerian terkait untuk meminta penyelesaian. Menurutnya jangan sampai ada perusahaan yang tidak membayarkan THR karena alasan COVID-19.

"Gara-gara pandemi ini kemudian menjadi alasan tidak mau bayar THR ke buruh atau ditunda ke Desember atau dicicil, itu kami tolak karena kondisi saat ini teman-teman buruh membutuhkan biaya hidup," katanya.

Apalagi, kata Roy, jangan sampai momen krisis ini dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan PHK terhadap para buruh. Hal itu, menurutnya, menjadi persoalan penting pada tahun ini.

"Ini kan baru sebulan lebih, selama bertahun-tahun kan perusahaan sudah berdiri, masa dengan satu bulan ini langsung rugi. Jadi jangan kondisi saat ini dimanfaatkan untuk PHK buruh, kemudian tidak membayar hak-hak buruh," imbuhnya. (Ant).