Indonesia Butuh Pemimpin yang Kuat dan Menyatukan

Indonesia Butuh Pemimpin yang Kuat dan Menyatukan Peneliti LIPI Siti Zuhro (berkerudung dan memegang mikrofon) dalam diskusi politik. (foto: Istimewa).

Jakarta - Kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) tinggal menghitung hari. Saat ini, kedua kandidat akan saling beradu argumen dalam debat capres keempat dengan topik 'Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan & Keamanan dan Hubungan Internasional'. 

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro menilai keempat topik tersebut sangatlah krusial. Terlebih saat ini Indonesia sedang menghadapi proxy war. 

"Mengapa bangsa ini kayaknya menggeliat tak tentu, ini siapa yang mengadu antar kita," urai Siti di Jakarta, Jumat (29/3/2019).

Siti yang akrab disapa Wiwiek ini menegaskan Indonesia harus dipimpin oleh sosok yang kokoh dan mampu menyatukan daerah-daerah, dari Sabang sampai Merauke serta mempertahankan kedaulatan dari berbagai ancaman. Terkait latar belakang dari kalangan pengusaha, militer atau sebagainya tak jadi soal dengan catatan semua atribut tersebut harus diputus ketika dia menjadi pemimpin negara.

"Filosofi dan pemikiran yang seperti itu yang secara intelek. Ketika mereka menjadi presiden atau bupati, jadi bukan presiden dan bupatinya partai itu saja atau kelompok itu saja dia adalah pemimpin seluruh masyarakat," terangnya.

Karena itu, Wiwiek mengingatkan perlunya kedewasaan dalam berpolitik, khususnya bagi para pejabat serta elit politik. Hal ini untuk mencegah disharmoni menjelang Pilpres seperti munculnya tudingan Pancasila akan dihapus jika kelompok tertentu berkuasa.

"Ini kan enggak masuk akal, karena bukan Indonesia kalau bukan Pancasila. Mungkin, itu kesalahan KPU kalau membolehkan calon ini," tandasnya.

Melalui Pilpres, Wiwiek berharap akan muncul kontestasi yang menunjukkan kualitas dari visi misi program yang ditawarkan.

"Kita sudah sepakat semuanya, bahwa Pancasila, NKRI, Konstitusi, UUD 1945 dan Bhineka tunggal itu, sudah final itu, dan itu yang memayungi kita berdemokrasi. Bukan demokrasi yang memayungi empat konsensus dasar itu, terbalik gitu," pungkas Wiwiek.