Indonesia harus lebih berperan hentikan konflik Palestina-Israel

Indonesia harus lebih berperan hentikan konflik Palestina-Israel Foto ilustrasi / Pixabay

Dunia internasional diharapkan bisa terus mendorong penyelesaian konflik Palestina-Israel melalui berbagai cara. Indonesia, sebagai negara yang cukup diperhitungkan dunia, bisa berperan lebih agar perdamaian terwujud.

Azyumardi Azra, intelektual muslim yang juga pemerhati sejarah, menilai, apa yang Israel lakukan terhadap Palestina mengulangi apa yang mereka rasakan pada perang dunia kedua dan sebelumnya. Saat itu, 11 juta orang meninggal, 6 juta di antaranya Yahudi. Yahudi menggunakan istilah pogrom untuk menyebut apa yang mereka rasakan saat itu. 

Sekarang, Palestina merasakan hal sama. Sebab, menurut Azyumardi, Israel juga menghancurkan berbagai fasilitas publik, termasuk rumah ibadah dan sarana kesehatan. "Apa yang terjadi hari ini di Gaza adalah pogrom yang dilakukan orang yang awalnya jadi korban pogrom," kata Azyumardi dalam webinar bertajuk Konflik Timur Tengah: Israel dan Holokos Palestina yang digelar Moya Institute, Kamis (20/5).

Dia menegaskan, narasi serangan Israel ke Palestina tidak bisa dibenarkan harus terus disuarakan. "Kita ikut bersalah kalau kita membiarkan itu. Kalau kita bilang itu hanya urusan orang Arab kita salah."

Serangan belum berhenti meski Presiden Amerika Serikat, Joe Biden sudah berkomunikasi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Menurut Azyumardi, Indonesia harus terus mendorong Amerika agar menekan Israel sampai menghentikan penyerangan ke Palestina. 

Menurut Azyumardi, pernyataan sikap bersama Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang mengutuk agresi militer di Palestina tidaklah cukup. "Saya meminta Presiden Jokowi menelepon Joe Biden. Indonesia ini diperhtiungkan Amerika Serikat, jadi segera telepon Joe Biden," tegas dia.

Menurutnya, negara-negara juga bisa serius mengancam membekukan hubungan diplomatik dengan Israel. Langkah selanjutnya adalah rekonsiliasi Fatah-Hamas, perang saudara di Palestina yang sudah berlangsung sejak 2006. "Selama Fatah dan Hamas berkelahi, selama itu Israel melakukan progrom," kata Azyumardi.

Wakil Rektor IAIN Salatiga, Sidqon Maesur yang sempat bekerja di Mesir mengaku, pernah berbincang dengan juru runding Israel. Perdamaian Arab dan Israel selalu menemui jalan buntu karena masing-masing menuntut keadilan dan haknya. 

Sebab, masing-masing merasa terzalimi. "Israel dan Arab saling punya sarat yang sulit diterima. Israel mengatakan kalau mau berdiri negara Palestina monggo, tapi jangan ada tentara, karena mereka khawatir. Melihat kenyataan ini, konflik Arab-Israel tidak akan selesai. Israel tidak akan mengalah," kata Sidqon. 

Seperti Azyumardi, Sidqon juga berharap, Indonesia bisa lebih berperan dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah. "Nampaknya konflik ini tidak bisa diselesaikan orang Arab. Insyaallah diselesaikan orang Indonesia yang mayoritas muslim. Kalau mau menyesalaikan, kita harus berdiri di tengah," bebernya.

Sementara itu, Rektor UIN Jakarta, Amany Lubis, mengatakan, dunia internasional perlu terus mendorong Fatah dan Hamas agar bersatu. Menurut dia, konflik faksi-faksi di Palestina jadi masalah tersendiri dalam melawan Israel. Amany percaya dengan diplomasi yang kuat konflik di Timur Tengah bisa selesai.

"Konflik ini sulit untuk diselesaikan, tapi dengan kemauan dan kebersamaan dunia bisa diselesiakan meski tidak tahu kapan. Fungsi OKI sebenarnya sangat vital. Semoga Palestina bisa berdiri negara merdekanya, tempat suci agama bisa terjaga. Jadi tidak hanya membela secara politik, tapi menjaga situs agama juga jadi kewajiban," ujar Amany.

Pendiri Setara Institute yang juga aktivis HAM, Hendardi menilai, baik Palestina maupun Israel berkontribusi pada konflik. Tidak ada pihak paling benar. Konflik ini semakin rumit karena ada narasi perang agama. 

Padahal yang terjadi adalah keinginan Israel menguasai Palestina. Hendardi mengecam karena faktanya Israel juga menghabisi manusia, termasuk anak-anak dan perempuan.

"Apa yang dilakukan Israel bukan hanya perebutan tanah, tapi penghancuran kemanusiaan. Israel mengabaikan jaminan perlindungan hak asasi manusia dalam perang. Sekalipun perang, seharusnya tetap patuh hukum hak asasi manusia,” kata Hendardi.

Mantan duta besar Indonesia di Spanyol, Yuli Mumpuni Widarso mengatakan, konflik Palestina-Israel bukan terkait isu agama. Tapi, penyerangan terhadap situs Islam di Palestina tentu menyakiti perasaan dan berhasil memancing emosi umat muslim. 

Yuli mengajak, masyarakat Indonesia menyikapi masalah ini dengan nalar dan nurani.

"Jangan terkecoh dengan lobi Israel yang begitu gencar. Fakta sejarah bahwa Israel melalukan pendudukan dengan cara-cara tidak manusiawi. Kita harus mendorong masalah ini ke pengadilan pidana internasional," katanya.