Jabar Akan Buat Sensus Berbasis Digital

Jabar Akan Buat Sensus Berbasis Digital Image: Pixabay.com

BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Mochamad Ridwan Kamil menyebutkan, jumlah penduduk laki-laki di Jawa Barat lebih banyak sekitar 630 ribu jiwa, dibandingkan jumlah penduduk perempuannya.

"Di Jawa Barat lelakinya lebih banyak 620 ribu dibandingkan perempuan. Jadi poligami agak susah, lelakinya terlalu banyak," kata Gubernur Emil seusai melakukan pertemuan dengan Kepala BPS Jawa Barat Dody Herlando, di Gedung Negara Pakuan Bandung, Rabu (3/7).

Gubernur Emil mengatakan setiap 10 tahun sekali akan dilakukan sensus penduduk, sehingga pada tahun 2020 akan dilakukan sensus penduduk serentak secara nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

"Dan metodenya (sensus penduduk) baru, kombinasi antara kemandirian warga dengan meng-update sendiri data melalui ketua RT dan lain-lain," kata Emil.

Kelak, Emil berencana survei akan dilakukan secara digital dengan melakukan updating verifikasi, dan sisanya akan dilakukan secara konvensional yakni petugas sensus turun ke lapangan.

Hal tersebut dilakukan, untuk memastikan kombinasi ini bisa menunjukan seberapa tinggi tingkat melek digital warga Indonesia.

Ia mengatakan Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, seringkali mendapati permasalahkan data penduduk seperti di sebuah kota itu banyak berkurang juga banyak naik.

"Itu ternyata bukan hanya kelahiran dan kematian tapi juga migrasi. Contohnya di Indramayu, dari prediksinya sekian juta penduduk malah berkurang di de facto-nya karena banyak yang hijrah," ungkap Emil.

"Sebaliknya di Kota Bekasi yang dulu diprediksi sekian malah melebihi dari prediksi karena banyak perpindahan orang," imbuhnya.

Image: Pixabay.com

 

Pendataan Harus Detil dan Tepat Sasaran

Menurut Emil, pemerintah provinsi harus punya data yang bisa membuat belanja APBD menjadi akurat terkait dengan jumlah penduduk.

"Jangan terus ngasih hibah ke orang-orang yang ternyata dia sudah naik kelas jadi kelompok menengah. Sehingga uangnya tidak tepat sasaran dan sebaliknya kita tidak bisa menyisir orang-orang yang jatuh miskin dalam sebuah proses terdaftar, sebagai kelas menengah tapi ternyata dia kategori yang harus dibantu," katanya mengingatkan.

Emil menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019, tentang satu data di mana semua instansi pemerintah pusat dan daerah harus kompak dalam menyamakan data.

"Satu data ini tidak boleh ada data tambahan yang akhirnya membingungkan dan ujungnya membuat belanja anggaran tidak efisien. Tetap basis data utamanya ada di disdukcapil," tambahnya.

Ia mengatakan pada bulan September 2019 pihaknya akan mengumpulkan semua instansi yang berkaitan dengan pengguna dan penyuplai data, untuk melakukan koordinasi sehingga pihaknya akan mengetahui perbedaan 2010 kondisi Indonesia dengan 2020.

Sementara itu, Kepala BPS Jawa Barat Dody Herlando menambahkan, yang akan menjadi basis data awal dalam sensus penduduk 2020 adalah data dari dinas kependudukan dan catatan sipil.

"Karena ini era baru, walaupun sensus penduduk adalah siklus tapi karena kita telah berada di era perkembangan teknologi informasi, dan penyiapan data juga semakin baik. Makanya yang menjadi basis data awalnya disdukcapil data ini yang paling menonjol," bebernya.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ini, kata Dody, statusnya de jure sedangkan BPS memperhatikan de facto-nya.

"Artinya BPS itu yang biasa tinggal setahun ini tinggal di mana. Inilah dua khasanah data yang akan saling melengkapi untuk kepentingan analisis kebijakan pembangunan. Nantinya dengan data Dukcapil ini kita tingkatkan, periksa stok opname di Juli 2020 kira-kira bagaimana penduduk terkini yang manfaatnya kita harapkan untuk SDG's selain disdukcapil sendiri untuk update data," tambahnya. (Ant).