Jokowi Diminta Cabut Permenkes No 51 Tahun 2018 soal Urun Biaya BPJS

Jokowi Diminta Cabut Permenkes No 51 Tahun 2018 soal Urun Biaya BPJS Permenkes No 51 Tahun 2018 tentang Urun Biaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mendapat kritikan. (Foto: Ist)

JAKARTA - Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 51 Tahun 2018 tentang Urun Biaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mendapat kritikan. Salah satunya datang dari Ormas Pemuda Bung Karno (PBK).

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ormas PBK Furdiyanto Kusuma meminta Presiden Jokowi meninjau kembali Permenkes No 51 Tahun 2018 tersebut. Menurutnya, jika aturan tersebut diterapkan berpotensi memberatkan masyarakat bawah.

"Jokowi harus tegur Menkes. Aturan ini bisa membuat rakyat jelata kesusahan," kata Furdiyanto di Jakarta, Jumat (18/1).

Dia mengaku sangat khawatir terhadap nasib rakyat miskin dalam pemenuhan kebutuhan medis jika aturan tersebut diberlakukan. Pasalnya, tidak tertutup terjadi potensi kecurangan yang dilakukan oknum-oknum terkait.

"Bisa saja misalnya ada orang sakit biasa tapi dibilang sakit parah. Potensi-potensi semacam itu mestinya jadi perhatian serius. Bukan malah memberi peluang. Untuk itu, kami ormas PBK cabut Permenkes No 51 Tahun 2018. Jangan diberlakuan kalau bisa," ungkapnya.

Yang jelas, kata dia, Jokowi harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat di bidang kesehatan. "Termasuk pelayanan BPJS kesehatan yang merupakan amanat konstitusi. Bila perlu Jokowi ganti Menkesnya karena tidak kreatif saat dihadapkan pada satu persoalan. Bisanya cuma buat aturan tapi enggak mempertimbangkan efek dari aturan yang dibuatnya bagi masyarakat," ucapnya.

Dalam aturan baru tersebut, layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dibatasi biaya kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B sebesar Rp20.000 untuk satu kali kunjungan. Untuk rumah sakit kelas C, D dan klinik utama Rp10.000. 

Aturan ini juga membatasi jumlah biaya paling tinggi untuk kunjungan rawat jalan sebesar Rp350.000 untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam jangka waktu tiga bulan.

Permenkes ini juga mengatur pembatasan biaya yang ditanggung oleh peserta rawat jalan sebesar 10 persen dari biaya total tarif Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) atau tarif layanan kesehatan yang dipatok pemerintah atau paling tinggi Rp30 juta.

Dalam beleid tersebut, Kemenkes membolehkan peserta BPJS Kesehatan rawat jalan naik kelas ke layanan eksekutif dengan menggunakan dokter spesialis. Paket eksekutif tersebut paling besar Rp400.000 ribu untuk setiap rawat jalan.

Dalam aturan tersebut, rumah sakit diwajibkan memberitahu dan mendapat persetujuan peserta BPJS Kesehatan tentang kesediaan menanggung selisih biaya. Aturan ini tidak berlaku untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah.