Kebocoran Sumur Minyak Pertamina di Karawang Belum Tuntas

Kebocoran Sumur Minyak Pertamina di Karawang Belum Tuntas Petugas mengumpulkan tumpahan minyak mentah yang tercecer di Laut Utara Karawang, Jawa Barat, Senin (12/8/2019). Pertamina terus berupaya maksimal menangani tumpahan minyak mentah dengan menerjunkan berbagai peralatan dan metode sesuai standar di industri migas seperti Static Oil Boom untuk menahan penyebaran, Giant Octopus Skimmer untuk menyedot minyak mentah berkecepatan sekitar 250 ribu liter per jam dan bekerjasama dengan masyarakat untuk mengurangi potensi minyak mentah terbawa arus sampai ke pesisir p

KARAWANG - kebocoran dan tumpahan minyak Pertamina Hulu Energi Offshore North Java (PHE-ONWJ), di pesisir pantai Kabupaten Karawang telah berlangsung hampir sebulan. 

Setidaknya, sejak 17 Juli 2019, tumpahan minyak milik PHE-ONJW itu sudah terlihat di sekitar anjungan pengeboran minyaknya di sana. 

Seperti laporan dari Kumparan, bahwa tumpahan minyak tersebut akhirnya menyebar ke 11 desa di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi. Salah satunya mencemari pesisir pantai Cemarajaya di Kabupaten Karawang. 

Sudah hampir sebulan ini, warga di sana akrab dengan aktivitas petugas berbaju putih yang membersihkan pantai yang tercemar. 

Hasilnya, setiap hari ratusan karung berisi pasir tercemar minyak diangkut dari pesisir pantai yang tercemar.

Bahkan, cemaran ini sudah terindikasi juga mencemari pesisir di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Pasalnya, cemaran tersebut terbawa arus air laut dan angin, hingga menyebar sampai ratusan kilometer dari pusat tumpahan di Kabupaten Karawang. 

Pengamat lingkungan dari WALHI sendiri pernah mengkritik, bahwa pembersihan tumpahan minyak tersebut semestinya dilakukan dengan profesional dan mengutamakan keamanan. 

Manager Kampanye Energi & Perkotaan WALHI, Dwi Sawung di Jakarta, Senin (29/7) mengatakan bahwa banyak kandungan berbahaya di dalam 'emas hitam' yang mencemari pantai itu. "Ada warga yang pusing, itu ada akibat beberapa zat yang memang berbahaya," kata Dwi seperti dikutip dari RMOL.ID, Senin (29/7).

Sementara, pemberitaan dari Antara pada Jumat (2/8) menuliskan, Bupati Kepulauan Seribu, Husein Murad sebelumnya mengonfirmasi beberapa pulau antara lain Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Ayer terdampak penumpahan minyak mentah.

Adapun bentuknya berupa gumpalan kecil berwarna hitam seperti aspal padat. Sehingga, sekarang masalah cemaran minyak dari Pertamina ini, akhirnya menjadi masalah bersama. 

 

Petugas mengumpulkan tumpahan minyak mentah yang tercecer di Laut Utara Karawang, Jawa Barat, Senin (12/8/2019). (Foto: Antara Foto).

 

Pertamina Melakukan Pembersihan dengan Melibatkan Lebih dari 1000 Orang

Sedangkan, PHE-ONWJ menyatakan masyarakat yang terlibat membersihkan tumpahan minyak mentah di bibir pantai wilayah Kabupaten Karawang, Jabar, dilakukan atas keinginan sendiri.

Vice President Relations Pertamina Hulu Energi Ifki Sukarya, di Karawang, Jumat (9/8), mengatakan, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pembersihan 'oil spill' atau minyak mentah ialah tenaga pendukung.

“Mereka ikut kegiatan pembersihan ini atas keinginan sendiri,“ kata Ifki.

Ia menyatakan, pihaknya terus memperkuat personel dan peralatan untuk menangani pembersihan tumpahan minyak yang tidak tertangkap di laut dan lepas, hingga ke area bibir pantai.

Kegiatan pembersihan di area bibir pantai hingga kini dilakukan lebih dari 1.500 orang.

Selain masyarakat setempat, puluhan anggota TNI juga terlibat dalam kegiatan pembersihan area bibir pantai dari limbah minyak mentah tersebut.

Sejumlah perlengkapan dan peralatan penghadang tumpahan minyak, juga dipasang di wilayah pesisir dan muara sungai, untuk mencegah meluasnya 'oil spill' di perairan dan aliran sungai.

Libatkan TNI

Menurut Ifki, mereka yang terlibat dalam kegiatan pembersihan minyak mentah, dilengkapi dengan perlengkapan yang sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan pembersihan tumpahan minyak.

Termasuk puluhan anggota TNI yang turun ke lapangan, juga harus mengenakan perlengkapan keamanan dan keselamatan pembersihan tumpahan minyak.

'Oil spill' yang terkumpul dimasukkan ke dalam karung plastik, dan diangkut ke lokasi pengolahan limbah B3 yang bersertifikat.

Menurut Ifki, untuk memaksimalkan upaya penghentian penyebaran oil spill yang terlepas dari penghadangan di laut, PHE-ONWJ telah memasang ratusan meter 'fishnet' di pantai terdampak, dan 2700 meter 'oil boom' yang terdeploy di muara sungai.

Peralatan ini diyakini bisa mengisolir sebaran 'oil spill' di atas permukaan, dan menghambat pergerakannya masuk ke dalam aliran sungai. Sehingga pencemaran perairan dan sungai dapat dikendalikan, dan kehidupan biota laut dan sungai dapat diselamatkan.

Sementara untuk menjaga kesehatan warga di perairan terdampak, PHE-ONWJ juga mendirikan Pos Kesehatan di area terdampak.

Sedangkan, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa ini adalah sebuah kecelakaan yang tak direncanakan. 

"Ini saya bilang kecelakaan, musibah, kita tidak pernah merencanakan namun terjadi. Tapi sebetulnya laut Indonesia ini terancam sudah lama, karena banyak praktik-praktik 'dump oil' di laut kita," ungkap Susi seperti dikutip dari Kumparan.  

Pencemaran ini bukan hanya memengaruhi lingkungan dan biota laut di wilayah terdampak, tetapi juga berdampak kepada warga sekitar, nelayan, bahkan bidang pariwisata. 

Oleh sebab itu, aktivis pun mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian lebih, dalam rangka penyelesaian pencemaran akibat tumpahan minyak milik Pertamina ini.