Konsep Pertahanan Capres Jokowi Dinilai Masih Lemah

Konsep Pertahanan Capres Jokowi Dinilai Masih Lemah Ilustrasi tentara pertahanan. (image: pixabay.com)

Jakarta - Pengamat Ekonomi Politik, Kusfiardi menyoroti lemahnya konsep dan pandangan Calon Presiden Petahana, Joko Widodo (Jokowi) tentang pertahanan dan keamanan (Hankam) dalam debat pilpres keempat pada Sabtu (30/03/19) lalu. Menurut Kusfiardi, semestinya petahana menyodorkan visi dan pandangan yang matang soal Hankam.

Hal itu menurut  Kusfiardi terlihat saat Calon Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto melempar pertanyaan  tentang alokasi anggaran pertahanan Indonesia kepada Capres Petahana. 

Prabowo menyebutkan, anggaran pertahanan sebesar Rp 107 Triliun setara dengan 5 persen dari APBN atau 0,8 persen dari GDP tersebut masih sangat kecil. Sementara negara-negara lain lebih besar dari itu. 

Menanggapi itu, Jokowi pun mengakui bahwa anggaran pertahanan tersebut memang masih kecil. Malah menurutnya hal ini bisa diselesaikan dengan membangun investasi di bidang alutsista.

“Jawaban Jokowi itu menunjukkan bahwa alokasi anggaran pertahanan tidak masuk dalam prioritas, kemudian menggunakan pendekatan investasi untuk pertahanan dan keamanan juga kurang tepat,” kata Kusfiardi di Jakarta, Senin (01/03/2019).

Menimbulkan Bias
Kusfiardi menjelaskan, pendekatan investasi untuk pertahanan nasional memiliki bias korporasi, karena investasi lebih dominan pertimbangan untung rugi yang lazim berlaku dalam dunia bisnis.

Sementara pertahanan, menurut Kusfiardi menjadi aspek penting dan vital bagi sebuah negara. Alasannya, masalah pertahanan bukan hanya sekedar untuk menjaga wilayah kedaulatan, tapi juga untuk tujuan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, sebagaimana amanat konstitusi dalam UUD 1945.

Untuk itu, menurut dia, tantangan kebijakan pertahanan nasional kedepan membutuhkan keberpihakan, sinergi dan kolaborasi untuk bisa benar-benar mewujudkan pertahanan yang dapat melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.