Kudeta militer di Myanmar tak mungkin terjadi di Indonesia

Kudeta militer di Myanmar tak mungkin terjadi di Indonesia Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi. Facebook/Aung San Suu Kyi

Dinamika politik di Indonesia diyakini tidak akan seperti Myanmar, yang diwarnai kudeta oleh militer. Salah satu alasannya, demokrasi di tanah air berjalan sangat baik.

"Tak mungkin ada kudeta militer. Di Indonesia demokrasinya sudah terkonsolidasi. Elite, pers, dan civil society kuat," kata pengamat politik UIN Syarief Hidayatullah, Adi Prayitno, Selasa (2/2).

Indonesia tidak punya sejarah kudeta militer. Meski demikian, tetap perlu antisipasi dengan menjauhkan tentara dari urusan politik. "Tak usah digoda ke politik."

Ada hal lebih penting yang harus negara ini pikirkan, krisis kesehatan dan ekonomi. "Semua pihak mesti solid, jaga sikap, setop pertikaian," sarannya.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin, juga mengatakan serupa. Indonesia tak memiliki tradisi kudeta militer.

"Jika melihat kondisi politik saat ini, kudeta militer di Indonesia tak akan terjadi karena TNI masih loyal terhadap presiden," jelasnya.

Namun, segala kemungkinan harus tetap diantisipasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu memilih sosok yang loyal dan dekat untuk posisi panglima TNI.

Dirinya pun mengajak semua pihak menjaga kesatuan dan persatuan. "Bergotong royong menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa," pungkasnya.

Pada Senin (1/2) dini hari, militer Myanmar menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa. Militer lalu mengambil alih kendali negara.

Kudeta terjadi setelah ketegangan meningkat antara pemerintah sipil Suu Kyi dan militer dalam merespons hasil pemilihan umum.

Sejak 2011, Myanmar bergerak menuju pemerintahan demokratis, setelah sebelumnya berada di bawah rezim militer. Suu Kyi menjadi tokoh demokrasi di negara itu. 

Pada 2015, Suu Kyi dan NLD terpilih memimpin negara melalui proses pemungutan suara. Dia seharusnya melanjutkan masa jabatan periode kedua per awal bulan ini, tetapi militer mengambil alih dengan dalih terjadi kecurangan pemilihan umum (pemilu).