Pemerintah Perlu Jelaskan Dampak O.B.O.R Bagi Indonesia

Pemerintah Perlu Jelaskan Dampak O.B.O.R  Bagi Indonesia Ilustrasi infrastruktur. (Foto: pixabay.com)

Jakarta - Pemerintah diminta menjelaskan dampak ideologis, pertahanan, keamanan, dan politik luar negeri dari keterlibatan Indonesia dalam proyek Jalur Sutra Abad 21. Sebab proyek tersebut berdampak pada pemerintah baru hasil Pilpres 2019.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Panjaitan menyatakan Indonesia akan menawarkan 28 proyek di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) II Belt and Road Initiave yang digelar di Beijing April 2019. Total nilai proyek yang ditawarkan sebesar US$ 91,1 miliar, kurang lebih setara dengan Rp 1.296 triliun.

Pakar kebijakan publik yang juga CEO Makna Informasi M Rahmat Yananda mengatakan, penawaran tersebut adalah nilai yang fantastis dan jauh melampaui nilai uang yang masuk ke dalam kas negara melalui tax amnesty. Sekalipun skema proyek tersebut bersifat Business to Business (B to B), publik perlu mendapatkan informasi yang transparan terkait dampaknya kepada hubungan internasional, pertahanan-keamanan, dan ideologi, yang menjadi sebagian tema debat capres keempat.

Sayangnya persoalan tersebut tidak diangkat oleh para kandidat, khususnya petahana, dalam debat keempat lalu. Menurut Rahmat, Jalur Sutra Abad 21 akan memunculkan geo-ekonomi dan geo-politik baru.

“Rencana Jalur Sutra Abad 21 dipromosikan Presiden Xi Jinping ketika berkunjung ke Kazakhstan dan Indonesia tahun 2013. Banyak pihak menyatakan bahwa Jalur Sutra Abad 21 adalah visi Xi Jinping yang membedakannya dengan pemimpin Cina sebelumnya. Jalur Sutra Abad 21 di darat dan laut melewati 66 negara dan menelan biaya yang sangat besar,” ujar Rahmat.

Menurut Rahmat, berdasar pemberitaan media, Menteri Luhut tampak bersemangat sekali mendapatkan proyek tersebut. Sementara proyek tersebut berdampak pada pemerintah baru hasil Pilpres 2019. 

Latar Belakang

Rahmat memaparkan, di tahun 2013, Presiden Xi Jinping melontarkan dua inisiatif terpisah. Pertama, inisiatif Maritime Silk Road (MSR/ MSRI), dan kedua, rencana Silk Road Economic Belt (SREB). Keduanya dikenal dengan nama One Belt, One Road (OBOR). MSR merupakan jalur laut dan SREB adalah jalur darat. Sejumlah negara diperkirakan akan dilewati oleh MSR dan SREB.

Di Asia Timur Laut melewati 2 (dua) negara, Cina dan Mongolia. Di Asia Tenggara melewati 10 (sepuluh) negara seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Di Asia Selatan melewati 7 (tujuh) negara Bangladesh, India, Nepal, Pakistan, Bhutan, Maldives, dan Sri Lanka. Di Asia Tengah melewati 9 (sembilan) negara Afganistan, Armenia, Azerbaijan, Georgia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkemenistan, dan Uzbekistan. Di Timur Tengah melewati 15 (lima belas) negara Bahrain, Mesir, Iran, Irak, Israel, Yordania, Kuwait, Lebanon, Oman, Palestina, Qatar, Saudi Rabia, Siria, Emirat Arab, dan Yaman. Di Eropa Tengah dan Eropa Timur melewati 23 (dua puluh tiga) negara Albania, Belarus, Bosnia Herzegovina, Bulgaria, Kroasia, Siprus, Cekoslowakia, Estonia, Yunani, Hungaria, Latvia, Lithuania, Makedonia, Moldova, Montenegro, Polandia, Rumania, Rusia, Serbia, Sloakia, Slovenia, Turki, dan Ukraina.

Total negara yang dilewati 66 (enam puluh enam). Angka tersebut merupakan perkiraan dari wilayah yang menyambungkan jalur MSR dan SREB. Cina juga sudah menyiapkan lembaga-lembaga yang membiayai pembangunan beragam infrastruktur seperti pipa saluran minyak dan gas, jalur kereta api, koridor ekonomi, pelabuhan dan lain-lain.

Jalur MSR melewati kawasan regional ASEAN. ASEAN telah memiliki The Master Plan for ASEAN Connectivity (MPAC) yang diluncurkan tahun 2010 untuk meningkatkan infrastruktur regional, khususnya infrastruktur fisik dan maritim. MPAC akan memperkuat ASEAN Economic Community (AEC). MPAC meningkatkan pelayanan maritim seperti interkoneksi pelabuhan, rute perdagangan baik regional maupun lokal, yang diharapkan akan mendukung ASEAN Single Window.