Sambangi KPK, Miranda Goeltom Dimintai Keterangan soal Bank Century

Sambangi KPK, Miranda Goeltom Dimintai Keterangan soal Bank Century Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom. (Foto: Ist)

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom dalam penyelidikan kasus korupsi Bank Century.

Kepada awak media, Miranda mengaku dirinya dikonfirmasi oleh KPK terkait sejumlah prosedur pengambilan keputusan. Dia juga mengatakan, tidak ada pertanyaan baru yang diajukan KPK.

"Ditanyaikan keterangan, masih penyelidikan mengenai Century," kata Miranda usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/11).

"Tidak ada pertanyaan baru cuma yang lama diklarifikasi makanya cepat," ucapnya.

Tak hanya itu, Miranda juga mengaku tidak membawa dokumen apapun soal kedatangannya ke KPK. Diketahui, Miranda menjalani pemeriksaan selama dua jam.

"Tidak ada, saya tidak bawa apa-apa sama sekali. Tidak bawa dokumen," ujarnya.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemanggilan Miranda untuk kebutuhan permintaan keterangan pada tahap penyelidikan. KPK, kata dia, akan meneruskan penanganan kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Dalam perkara tersebut, mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa BI Budi Mulya telah dijatuhi putusan kasasi, 8 April 2015.  Budi dihukum penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider delapan bulan kurungan.

Pada pengadilan tingkat pertama memutuskan Budi dipenjara selama 10 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan. Namun, putusna banding di Pengadilan Tinggi meningkatkan vonis menjadi 12 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.

Dalam putusan Budi Mulya disebutkan, Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior BI, serta para Deputi Gubernur BI (Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, dan Ardhayadi Mitroatmodjo) dan Raden Pardede selaku saksi sekaligus Sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) masuk dalam unsur penyertaan bersama-sama melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 55 KUHP.

Hal tersebut berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik dan tim yang ditunjuk pascaputusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendy Mochtar yang memerintahkan KPK tetap melanjutkan kasus Bank Century.

Dalam pasal 55 KUHP orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Namun, mantan Deputi Bidang V Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Bank Indonesia Siti Chodijah Fadjriah yang dinilai dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sudah meninggal dunia, 16 Juni 2015.

Majelis hakim agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua, M Askin dan MS Lumme sebagai anggota menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik. Proses yang terjadi melanggar Pasal 45 dan penjelasannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2004.

Konsekuensi yuridisnya, perbuatan Budi merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara. Sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) pertama 24 November 2008 hingga Desember 2013 negara merugi Rp8,012 triliun.

Jumlah kerugian negara yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Perbuatan tersebut pun telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi sehingga perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan. (Ant)