Suara DPD II jadi Kunci di Pemilihan Ketum Golkar 2019

Suara DPD II jadi Kunci di Pemilihan Ketum Golkar 2019 Logo Partai Golkar. (Foto: Antara Foto).

JAKARTA - Suara DPD tingkat II akan menjadi kunci, dalam penentuan ketua umum Partai Golkar. Meski secara formal nilainya sama dengan DPD I. Tapi suara DPD II dianggap lebih penting.

Pasalnya, suara-suara dari DPD II ini, rupanya berhubungan langsung dengan akar rumput.

"DPD II kunci dari hasil Munas. Suara yang diberikan bukan hanya sekadar hak suara, tapi suara yang dipertimbangkan karena menyuarakan langsung aspirasi anggota partai, di daerah yang sehari-hari berurusan dengan mereka," kata politikus senior Partai Golkar, Marzuki Darusman.

Calon ketua umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, mengklaim didukung mayoritas pengurus Golkar di DPD I. Sedangkan lawannya, Bambang Soesatyo mendapat dukungan dari 367 DPD II.

Menurut Marzuki, DPD II memilih mendukung Bambang karena memahami kondisi Golkar saat ini harus dipulihkan dari kemerosotan. Faktanya, perolehan suara Golkar di Pemilu 2019 turun. 

Sedangkan, pada Pemilu 2014, Golkar mendapat 91 kursi di DPR. Namun di Pemilu 2019, hanya mengantongi 85 kursi.

Marzuki mengatakan, untuk memulihkan ke posisi semestinya, maka Golkar harus dipimpin sosok yang fokus. Salah satu cirinya, tidak rangkap jabatan di partai dan pemerintahan.

"Partai Golkar memerlukan pimpinan yang terus menerus secara penuh memerhatikan Golkar," tegas Marzuki.

Ia mengingatkan, tantangan agenda politik ke depan makin berat dan kompleks. Jangan sampai Golkar tidak siap menghadapi tantangan ke depan. Marzuki percaya, dengan dipimpin Bambang Soesatyo Golkar, akan bisa meraih sukses pada Pemilu 2024.

"Kami ini dalam keluarga besar, tidak ada masalah individu, kami hanya ingin partai ini selamat," ujar Marzuki.

Sementara, pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan dukungan dari DPD II kepada salah satu calon, malah bisa menggagalkan upaya, untuk menunjuk ketua umum Golkar secara aklamasi. 

Pangi juga yakin, suara DPD II adalah penentu hasil pemilihan ketua umum. Ia pun mencontohkan Munas Golkar tahun 2004. 

Kala itu, Akbar Tandjung sebagai calon ketua umum Golkar, sangat percaya diri karena sudah memegang penuh suara DPD I. Namun, Akbar akhirnya dikalahkan oleh Jusuf Kalla Yang bergerilya mendekati DPD II.