Tantangan Menjaga Pasar Tradisional di Era Digital

Tantangan Menjaga Pasar Tradisional di Era Digital Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP Perda) DPRD Provinsi Jawa Barat saat melakukan kegiatan 'Hearing' Dialog BP Perda DPRD Provinsi Jawa Barat dengan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat. (Foto: Antara Foto).

BANDUNG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat menginisiasi pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), tentang Pusat Pasar Distribusi sebagai upaya untuk mempertahankan eksistensi pasar tradisional di Jawa Barat.

"Ada beberapa motivasi, latar belakang yang mendorong kami mengusulkan raperda ini sebagai raperda inisiatif. Pertama, ini diharapkan menjadi raperda yang antisipatif, kami mencoba mengantisipasi perkembangan zaman yang pesat, kami berkeinginan untuk bisa melindungi para pelaku ekonomi terutama yang berkaitan dengan pasar-pasar tradisional," kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapeperda) DPRD Provinsi Jawa Barat Habib Syarief Muhammad, di Bandung, Jumat (21/6).

Menurut Syarief, pihaknya melakukan kegiatan 'hearing' Bapeperda DPRD Provinsi Jawa Barat dengan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Barat.

Selain sebagai upaya antisipasi dari hal-hal yang dapat mengancam keberadaan pasar tradisional, pihaknya menyebut terdapat tiga fungsi penting yang tertuang dalam raperda tersebut, di antaranya fungsi distribusi, kontribusi, dan stabilisasi.

"Melalui perda ini mudah-mudahan bisa memutus rantai pasokan yang selama ini panjang, karena panjang sedikit banyak harus mengeluarkan cost," tambah Syarief.

Kemudian fungsi stabilisasi diharapkan pasar pusat distribusi ini bisa menciptakan stabilisasi harga dengan adanya raperda ini.

"Kami melihat terutama menjelang Idul Fitri fluktuasi harga sangat tidak terkendali. Mudah-mudahan dengan pusat pasar distribusi ini bisa tertanggulangi," imbuhnya.

 

Ilustrasi pasar tradisional di Jawa Barat. (Foto: Antara Foto).

 

Adapun fungsi kontribusi, Syarief menjelaskan dibutuhkan kontribusi dari pemerintah daerah, sehingga permasalahan modal bisa diselesaikan dengan cara yang lebih manusiawi.

"Kami sulit menghapus praktik-praktik ijon, diharapkan dengan raperda ini praktik semacam itu bisa tertanggulangi, dan kepada pengusaha pasar mau tidak mau atau sadar tidak sadar, harus dipaksa untuk bisa menyesuaikan dengan kemajuan zaman," jelas Syarief.

Ia mendorong, para pelaku pasar dan masyarakat dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi saat ini, karena dengan adanya sistem berbasis internet sudah hampir semua digunakan dalam aktivitas jual beli masyarakat, dan ini akan berpengaruh pada pelaku pasar dan masyarakat.

"lni akan menjadi permasalahan, jangan sampai hanya karena ketiaadaan rasa ingin tahu dan menguasai teknologi, akhirnya membuat mereka tersingkir. Kami ke depan harus bisa siap untuk menghadapi realitas, saat ini masyarakat sudah banyak menggunakan sistem online, ini adalah sesuatu yang akan menjadi keniscayaan," harapnya.

Lebih lanjut Syarief mengatakan, Pusat Pasar Distribusi tersebut berbentuk online, dan untuk selanjutnya akan diusulkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

"Harus memiliki suatu terobosan, ketika pada awalnya kebutuhan fisik seperti ruangan dan modal akan menjadi tantangan, tetapi dengan adanya inovasi teknologi rintangan tersebut akan bisa teratasi," kata Syarief.

Pihaknya berharap, proses pembentukan raperda tersebut dapat rampung dalam waktu dekat, dan hasilnya dapat segera dirasakan oleh para pelaku pasar dan masyarakat di Jawa Barat.

"Kami berharap apabila raperda bisa cepat tuntas disusul dengan pergub, mudah-mudahan Juli bisa selesai, sehingga para pedagang di Jawa Barat bisa menggunakan fasilitas ini," pungkasnya berharap. (Ant).