Jokowi Bakal Kewalahan di Pilpres 2019, Ini Penyebabnya

Jokowi Bakal Kewalahan di Pilpres 2019, Ini Penyebabnya Presiden Joko Widodo. (Foto: Ist)

JAKARTA - Banyaknya relawan Calon Presiden (Capres) nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) yang menjabat komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) justru akan membuat petahana kewalahan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Pengamat politik Hendri Satrio menilai, Jokowi bakal kesulitan mengharapkan relawannya untuk berjuang optimal. Pada Pilpres 2014, Jokowi mengandalkan relawan yang solid dan keberadaan Jusuf Kalla yang mampu mengatasi persoalan-persoalan teknis.

"Pada 2014, Pak Jokowi memiliki relawan yang sedemikian banyak yang bisa diandalkan untuk meraih suara. Nah, kalau 2019 ini relawannya banyak yang sudah menjadi komisaris. Jadi memang beliau sulit juga mengharapkan relawan itu," kata Hendri, di Seknas Prabowo-Sandi, Jalan Cokroaminoto, Jakarta Pusat, Selasa (4/12).

Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKopi) itu menuturkan, Jokowi beberapa kali melakukan serangan kepada lawan politiknya lantaran minimnya relawan di dekatnya.

"Minimnya relawan dan KH Ma'ruf Amin yang beberapa kali blunder membuat Jokowi beberapa kali melakukan attack kepada lawan politiknya," ujarnya.

Padahal, kata dia, sebagai petahana, Jokowi cukup mengandalkan capaian-capaian yang telah diraihnya. Namun, saat ini Jokowi lebih cenderung melakukan serangan.

Menurutnya, Jokowi bisa mengerahkan para jubirnya untuk melontarkan pernyataan tertentu. "Banyak masyarakat bingung sekarang Pak Jokowi attack. Jadi dia blusukan ke sana, ke mari, keahlian dia. Saya berkali-kali sampaikan ke timnya Pak Jokowi, seharusnya menggunakan para jubirnya. Kalau ini terus dibiarkan elektabilitas Jokowi akan menurun," ucapnya.

Hal itu berbeda dengan Prabowo yang justru mendapat sokongan massa baru. Misalnya, kata dia, dari massa yang menjadi peserta aksi 212.

Hendri juga menyoroti masalah komunikasi kebijakan publik di era pemerintahan Jokowi. Dia heran banyak kebijakan yang tidak konsisten. 

"Dari sisi kebijakan kita kemudian diajarkan oleh pemerintahan Pak Jokowi, kalau ada kebijakan kita disuruh sabar dulu, jangan buru-buru direspons. Karena tiba-tiba bisa dicabut lagi," ungkspnya. (Ant)