Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meninjau kondisi bencana di Aceh sekaligus menyerahkan bantuan bagi warga terdampak, Sabtu (29/11/2025). Foto Instagram @kemendagri.

Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian

Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana

Di tengah situasi kebencanaan yang penuh tekanan, pendekatan yang mengedepankan empati dinilai penting untuk menenangkan publik dan menjaga kepercayaan masyarakat.

Pengamat menilai sikap terbuka yang ditunjukkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian terkait penanganan bencana di Sumatera mencerminkan kepedulian dan tanggung jawab negara kepada masyarakat. Di tengah situasi kebencanaan yang penuh tekanan, pendekatan yang mengedepankan empati dinilai penting untuk menenangkan publik dan menjaga kepercayaan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Analis Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, merespons Konferensi Pers Perkembangan Penanggulangan Bencana Sumatera yang digelar di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025). 

Surokim menilai pernyataan Mendagri Tito yang secara terbuka mengakui adanya keterbatasan dalam penanganan bencana serta menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat menunjukkan kepemimpinan yang responsif terhadap kondisi psikologis publik.

“Dalam situasi kebencanaan, sikap terbuka dan jujur dari pemerintah justru penting untuk menghadirkan rasa kehadiran negara di tengah masyarakat,” ujar Surokim saat dihubungi Sabtu (20/12/2025).

Terkait polemik bantuan dari Malaysia, Surokim menilai klarifikasi yang disampaikan Mendagri Tito juga mencerminkan empati dan penghormatan terhadap solidaritas antarnegara. 

Dalam klarifikasinya, Mendagri Tito menegaskan tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengecilkan bantuan dari Malaysia dan tetap menghargai perhatian serta dukungan yang diberikan kepada para korban bencana. Tito juga menyampaikan bahwa sejak awal pemerintah Indonesia telah mengerahkan berbagai sumber daya nasional untuk menangani bencana di sejumlah wilayah Sumatera. Namun demikian, perhatian publik kerap lebih tertuju pada isu bantuan internasional dibandingkan upaya penanganan yang dilakukan di dalam negeri.

Ia menambahkan bahwa komunikasi publik yang terkoordinasi dan berempati menjadi kunci dalam situasi darurat, karena masyarakat tidak hanya membutuhkan informasi teknis, tetapi juga ketenangan dan kejelasan arah dari pemerintah.

Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat pakar komunikasi politik Emrus Sihombing. Ia menilai pengelolaan komunikasi publik dalam penanganan bencana perlu terus diperbaiki agar lebih terintegrasi dan responsif terhadap kondisi kebatinan masyarakat.

Menurut Emrus, situasi kebencanaan membutuhkan komunikasi yang solid, satu suara, dan berbasis empati. Jika tidak dikelola dengan baik, informasi yang disampaikan justru berpotensi menimbulkan kebingungan di publik.

“Pemerintah memiliki Badan Komunikasi serta Kementerian Komunikasi dan Digital yang dapat dioptimalkan untuk mendukung komunikasi kebencanaan,” ujar Emrus.

Ia menambahkan, penyampaian informasi mengenai bantuan internasional seharusnya dilakukan oleh kementerian yang memiliki kewenangan di bidang hubungan luar negeri agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di ruang publik.

“Pembagian peran dan tugas komunikasi perlu ditegaskan agar setiap kementerian bekerja sesuai fungsi dan kewenangannya,” tambahnya.

Emrus juga menilai pemerintah dapat mempertimbangkan penunjukan juru bicara khusus penanganan bencana guna memastikan alur informasi berjalan lebih efektif, terkoordinasi, dan mendukung upaya penanganan bencana secara menyeluruh.

“Juru bicara nantinya akan menjelaskan perkembangan penanganan bencana kepada publik,” ujar Emrus.

Komentar