Rencana Aklamasi di Munas Golkar, Pengamat: Mestinya Lebih Demokratis dari Partai Lain

Rencana Aklamasi di Munas Golkar, Pengamat: Mestinya Lebih Demokratis dari Partai Lain Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto (kanan), berjabat tangan dengan Ketua MPR, Bambang Soesatyo (kedua kanan) yang disaksikan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (ketiga kanan) dan Tokoh Senior Partai Golkar Akbar Tanjung, pada pembukaan Rapimnas Partai Golkar di Jakarta, Kamis (14/11/2019). (Foto&keterangan: Antara Foto).

JAKARTA - Partai Golkar akan melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) pada awal bulan Desember di Jakarta. Namun, pihak Airlangga Hartarto saat ini sedang mengupayakan, agar di Munas Golkar kali ini Calon Ketua Umum dipilih secara aklamasi, juga hanya ada calon tunggal.

Menanggapi hal itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, jika mekanisme pemilihan ketua umum secara aklamasi dilakukan pada Munas, maka Partai Berlambang Beringin ini tidak mencerminkan dirinya sebagai partai yang demokratis. Dengan kata lain, demokrasi di tubuh Golkar akan semakin suram.

"Golkar ini termasuk partai tertua di Indonesia, sudah matang dan melewati berbagai era perpolitikan di Indonesia, dari orde lama, orde baru hingga era reformasi saat ini. Mestinya lebih maju dan demokratis dari partai lain," kata Pangi di Jakarta, Kamis (14/11).

Menurut Pangi, mestinya moment Munas seperti ini harus dijadikan moment, untuk memunculkan kader dan tokoh terbaik Golkar

Tujuannya, untuk tampil dan menunjukkan kemampuan dan kapasitas mereka. Bukan malah memunculkan calon tunggal dan mematikan yang lainnya.

"Kalau seperti ini gayanya, Golkar kembali ke era orde baru. Karena, hanya ingin mempertahankan status quo saja. Partai Golkar adalah partai milik publik tertua di Indonesia, bukan partai milik saham tertentu, bukan partai milik dinasti" jelas Pangi.

Ia menambahkan, Partai Golkar tidak akan melawan demokrasi, karena partai ini dari dulu penuh dinamika dan memberi ruang kontestasi kepada setiap kader. Juga, memberi ruang gerak pada siapa pun untuk memimpin nahkoda partai tersebut.

Pangi pun menyarankan agar Munas Golkar membuka ruang pada kader lain. Terutama kepada kader yang kapasitas intelektual dan kepemimpinannya sudah mumpuni untuk tampil.

"Karena dengan seperti itu, Golkar akan kelihatan lebih demokratis dan terbuka dan tidak dikapling oleh satu orang atau kelompok tertentu saja yang ingin berkuasa," ujar Pangi.

Sementara itu, Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus, mengungkapkan bahwa Partai Golkar dikenal selalu dinamis. Sehingga, selalu terjadi persaingan sengit antarcalon ketua umum, dalam setiap penyelenggaraan Munas.

"Ini merupakan ciri khas Golkar. Oleh karenanya, jika dalam Munas Golkar pada Desember mendatang ada pihak-pihak yang ingin meredam persaingan tersebut dengan memaksakan aklamasi, hal tersebut berbahaya bagi eksistensi Partai Golkar," tegas Sulthan.