Amnesty Internasional Indonesia Pertanyakan Razia Polisi

Amnesty Internasional Indonesia Pertanyakan Razia Polisi Petugas memeriksa bus tujuan Jakarta saat operasi penyekatan massa di Gerbang Tol Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/5/2019), untuk meminimalisir massa yang akan berangkat ke Jakarta mengikuti aksi 22 Mei. (Foto: Antara Foto).

JAKARTA - Amnesty International Indonesia mengkritisi pihak kepolisian, lantaran melakukan razia dan menghentikan masyarakat di sejumlah daerah, yang ingin berangkat ke DKI Jakarta, untuk ikut berdemo menolak hasil Pemilu 2019.

"Mencegah orang bergabung untuk melakukan protes damai adalah pelanggaran terhadap hak asasi mereka. Setiap orang memiliki hak untuk bergabung dengan orang lain dan mengekspresikan pikiran mereka secara damai," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/5).

Berbagai organisasi massa dan aktivis politik, telah mengumumkan rencana untuk menggelar protes massa di Jakarta pada 22 Mei, dengan maksud menolak hasil pemilihan presiden pada 17 April lalu.

Namun, beberapa hari sebelum 22 Mei 2019, polisi menghentikan pergerakan kelompok yang bepergian dengan bus ke Jakarta, dan memerintahkan mereka untuk kembali ke rumah masing-masing di berbagai daerah.

Terkait hal itu, Amnesty International Indonesia mengingatkan kepolisian menghormati hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai pada 22 Mei.

Usman juga mengatakan bahwa personel keamanan harus dapat menahan diri dan hanya dapat menggunakan kekuatan, apabila cara-cara nirkekerasan tidak berjalan efektif.

"Aparat keamanan harus menahan diri untuk menggunakan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan maupun mengintimidasi demonstran," ucap dia.

Amnesty International Indonesia juga mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak melibatkan militer dalam penanganan demonstrasi, karena militer tidak dilatih atau tidak dipersiapkan untuk menangani unjuk rasa.

Jika TNI dilibatkan, kata Usman Hamid, maka personelnya harus sepenuhnya dilatih dan diperlengkapi untuk memenuhi tugas itu, sesuai dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional. (Ant).