BKKBN pasok data up to date guna mengatasi stunting

BKKBN pasok data up to date guna mengatasi stunting

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memasok data yang lengkap, akurat, dan terbarui (up to date) guna mengatasi stunting, kemiskinan ekstrem, serta permasalahan sosial ekonomi lainnya.

“Kami berharap data itu menjadi hidup, karena data (hasil) pendataan keluarga ini kalau tidak hidup maka data tidak ada artinya. Data yang hidup itu data yang bisa menakutkan, bisa menggembirakan, mengkhawatirkan, dan mencemaskan. Kalau data tidak pernah membuat Anda gembira, tidak pernah membuat Anda itu cemas, tidak pernah membuat Anda itu khawatir, berarti data itu tidak hidup,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, saat memberikan sambutan pada Forum Data Keluarga Nasional: Diseminasi Hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga dan Verifikasi, Validasi Data Keluarga Berisiko Stunting 2023 pada Selasa (28/11) di Gedung Menara Danareksa, Jakarta.

Data yang hidup yakni data dan informasi lengkap, akurat, dan ter-up date (terbarui). Dari hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2023, BKKBN menemukan jumlah keluarga berisiko stunting di Indonesia pada semester pertama dan kedua 2023 menurun sebesar 1,77 juta keluarga. 

Sedangkan jumlah entitas keluarga yang tercatat di seluruh Indonesia pada 2023 sebanyak 72.516.889 (KK/kepala keluarga). 

Pada 1 September 2023 hingga 31 Oktober 2023, BKKBN melaksanakan verifikasi dan validasi data keluarga berisiko stunting. Jumlah keluarga berisiko stunting 2023 semester pertama sebanyak 13.123.4182 dan semester kedua berjumlah 11.349.212 keluarga.

“Data bukan segala-galanya, tetapi tanpa data kita tidak bisa apa-apa. Memasuki bonus demografi terutama 2030, Indonesia harus bisa meningkatkan kualitas SDM, sehingga data pada pendataan keluarga ini harus dipakai menjadi data yang hidup untuk kemudian bisa membuat perencanaan, termasuk pemberian intervensi,” kata Hasto.

Dari hasil pemutakhiran PK 2023 ini, indikator kinerja utama BKKBN 2023 menunjukkan progres yang positif. Meskipun terdapat beberapa indikator yang masih harus dikejar, prevalensi pemakaian kontrasepsi modern sekarang mencapai 60,4%. Hasto menekankan pentingnya menyatukan visi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mencapai zero angka kematian ibu dan zero angka kematian bayi.

Sampai saat ini data BKKBN, kata Hasto, masih dipercaya dan bisa dilakukan pemeringkatan dan bisa dipertanggungjawabkan. Hasto juga menegaskan penyelenggaraan satu data keluarga di BKKBN melalui SIGA, Sistem Informasi Keluarga adalah komitmen BKKBN dalam mewujudkan satu data Indonesia dan menjadi dasar membangun keluarga yang berkualitas. 

“Pendataan keluarga ini adalah pendataan yang menghasilkan data mikro, by name dan by address, yang dilengkapi dengan informasi karakteristik pemakaian kontrasepsi, kemudian juga pembangunan keluarga, karakteristik rumah layak huni atau tidak, informasi geospasial, serta juga dilengkapi dengan karakter-karakter sosial ekonomi, yang tentu atas koordinasi dengan Menko PMK telah dilakukan pemeringkatan desil satu sampai dengan sepuluh. Jadi, kalau kita rapat-rapat itu sering antarkementerian/lembaga itu selalu mencari data yang bisa dilakukan pemeringkatan. Jujur, mencari data yang bisa dilakukan pemeringkatan itu tidak mudah. Belum tentu Kementerian Lembaga itu mampu menyediakan data yang bisa dilakukan pemeringkatan. Tetapi Alhamdulillah sampai hari ini kita mengemban amanah di BKKBN ini, data BKKBN masih dipercaya dan bisa dilakukan pemeringkatan ini dan bisa dipertanggungjawabkan. Biasanya kementerian/lembaga kalau mau pakai data BKKBN di Verval (verifikasi dan validasi) dulu, dikontrol dulu, dan Alhamdulillah perbedaannya tidak begitu banyak dan masih bisa dipakai dengan baik dan bahkan mereka pada umumnya merasa puas,” jelas Hasto.

Beberapa di antaranya adalah penggunaan pendataan keluarga oleh Kementerian PUPR dan Badan Pangan Nasional (Bappanas).

“Sebagai contoh dari Kementerian PUPR, dalam hari ini data dari hasil pemadanan atau pendataan keluarga yang dilakukan intervensi terhadap 146.442 keluarga berisiko stunting pada desil 1-4 telah menerima bantuan stimulasi perumahan swadaya atau yang kita kenal dengan BSPS dan juga pemanfaatan ini tentu meluas. PK juga digunakan untuk data basis untuk housing and real estate information system dan juga dari Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan juga pada perumahan-perumahan yang tentu membutuhkan data untuk kegiatan-kegiatan mereka dalam rangka untuk pemenuhan dari kepemilikan rumah RLTH melalui program-program mereka. Jadi hal ini sangat diperlukan dan sangat dipakai dan luar biasa dampaknya menurunkan angka keluarga berisiko tinggi stunting,” ujar Hasto.

Badan Pangan Nasional selama 2023 sendiri telah memberikan bantuan ayam dan telur totalnya 2.837.212 ayam dan telur keluarga. Kemenko PMK pun telah melakukan interoperabilitas kemanfaatan data kepada 37 kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, provinsi, serta 85 persen kabupaten kota seluruh Indonesia.

Kunci sukses program

Sementara itu Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi yang juga menjadi pembicara kunci pada acara ini mengatakan pemutakhiran data ini menjadi salah satu kunci suksesnya program percepatan penurunan stunting.

“Penyediaan data yang akurat, yang mutakhir, selalu ter-up date, menjadi salah satu kunci utama kesuksesan program ini, dan kita harus mulai dari sekarang. Data yang valid, akurat, mutakhir, tentunya kami perlukan, agar intervensi yang kita lakukan bersama-sama tepat sasaran, tepat waktu, dan efektif,” kata Arief.

Menurut Arief, data hasil Pendataan Keluarga BKKBN telah memberikan sejumlah manfaat bagi semua Kementerian dan Lembaga terkait. 

“Untuk 2024, datanya juga masih 1,4 juta Keluarga Berisiko Stunting, yang ada di tujuh provinsi prioritas, yang pertama adalah Banten, kemudian Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Sulawesi Barat, dan Sumatera Utara. Yang lebih bagus lagi program ini, ini bisa menghubungkan antara produsen, yaitu peternak rakyat. Jadi yang dipakai vendornya itu bukan yang besar-besar, tetapi yang kecil-kecil. Jadi BUMN di bidang pangan menjadi standby buyer untuk meng-off take, membeli dengan harga yang baik, dengan harga yang wajar, kemudian didistribusikan kepada saudara-saudara kita yang memang memerlukan yang masih terkena prevalensi stunting. Dulu ini enggak nyambung, tetapi hari ini nyambung,” ujar Arief.

Melalui Badan Pangan Nasional, Arief mengatakan, negara mengambil posisi untuk memberikan bantuan pangan kepada masyarakatnya yang memang memerlukan. Bappanas dengan Kementerian Kesehatan mengampanyekan konsumsi B2SA (Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman). Ia juga berpesan agar tidak boros pangan dan bijak dalam berbelanja. 

“Setop boros pangan. Karena, terakhir saya ke Roma, UN, kita sampaikan sebagai salah satu pembicara bahwa food loss and waste di Indonesia ini luar biasa. Total 31%. Jadi, kalau kita bilang, from farm to table, dari kita produksi, food loss-nya itu 14%. Misal, gabah baru panen, kemudian panennya itu pasti ada kehilangan, losses-nya. Itu sekitar 14%. Kemudian, snack yang ada di meja bapak ini, kurang lebih 17%-nya itu akan terbuang. Tidak akan dihabiskan semua. Sehingga totalnya itu 31%, mungkin dikira-kira sekitar Rp560 triliun. Itu sama saja kita bisa membangun ibu kota IKN,” ungkap Arif.