Setuju Revisi UU Kejaksaan, DPR Minta Penyadapan Diatur Ketat

Setuju Revisi UU Kejaksaan, DPR Minta Penyadapan Diatur Ketat Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Suding (Foto: pan.or.id)

Jakarta, Jurnal Jabar – Komisi III DPR RI menyetujui revisi Undang-Undang Kejaksaan, salah satunya mengenai pengetatan aturan penyadapan agar tidak mennimbulkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang merugikan masyarakat.

Anggota Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding, mengatakan wewenang penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana seperti diatur dalam Pasal 30 D huruf g RUU Kejaksaan harus diatur dan dilakukan secara ketat.

"Penyadapan pada dasarnya adalah pembatasan atas hak konstitusional warga negara. Untuk itu Fraksi PAN berpendapat pelaksanaannya harus diatur dan dilakukan secara ketat," kata Suding dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan Jaksa Agung, Burhanuddin ST di Gedung DPR, Senayan, Senin (6/12).

Suding menilai, egiatan penyadapan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, yakni setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Sementara itu, Anggota Fraksi PPP Arsul Sani, mengatakan fraksinya mendukung dan menyetujui penuh revisi UU Kejaksaan. Poin penting yang menjadi catatan Fraksi PPP mendukung revisi karena adanya perkembangan hukum, serta kesadaran hukum di masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan ke depan.

Arsul menambahkan, kebutuhan fundamental dalam sistim peradilan di Tanah Air adalah pergeseran paradigma peradilan. Dari semula yang mengedepankan keadilan retiributif menjadi keadilan restoratif/memulihkan.

"Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara, memiliki posisi yang sangat penting untuk menentukan implementasi keadilan restoratif. Dan RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan yang telah kita bahas, menegaskan tentang peran ke depan Kejaksaan dalam penerapan keadilan restoratif," jelasnya.

Lebih lanjut, terkait status jaksa sebagai ASN yang bersifat khusus seperti diatur dalam UU terbaru. Arsul menegaskan, perubahan UU juga menegaskan bahwa jaksa adalah ASN yang memiliki kekhususan. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah perlu menindaklajuti dengan menerbitkan peraturan pelaksanaan, baik dalam peraturan pemerintah maupun peraturan pelaksanaan lainnya.

"Kalau ketika kita menyelesaikan UU KPK, maka peraturan yang terkait dengan status ASN pegawai KPK bisa dileselaikan dalam kurang satu tahun sejak disahkan. Kami berharap pemerintah juga bisa segera menindaklanjuti pengesahan RUU ini dengan peraturan pemerintah yang terkait status jaksa sebagai ASN yang bersifat khusus tersebut," pungkasnya.