Cianjur, Lumbung Padi Nasional yang Kekeringan

Cianjur, Lumbung Padi Nasional yang Kekeringan Petani di sejumlah kecamatan Cianjur, Jawa Barat, yang menjadi lumbung padi terpaksa berhenti menggarap lahannya, karena tidak air yang dapat mengairi ribuan hektare persawahan akibat musim kemarau. (Foto: Antara).

CIANJUR - Kesulitan mendapatkan air pada musim kemarau bukan hal baru bagi petani di negeri ini, termasuk di Cianjur, Jawa Barat. Meskipun Cianjur terkenal sebagai salah satu lumbung padi nasional, dengan jutaan hektare areal persawahan.

Walaupun Cianjur memiliki sumber mata air sungai, yang sejak turun temurun menjadi andalan petani. Tetapi, warga masih saja kesulitan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan untuk mengairi sawah.

Ketika musim kemarau tiba, sebagian besar area persawahan di Cianjur tidak dapat ditanami padi, karena sulitnya mendapatkan air. Pasalnya, sumber air seperti saluran irigasi, mata air dan sungai tak lagi menyisakan air. 

Akibatnya, tanah sawah mengering dan pecah-pecah, meskipun wilayah tersebut masuk ke dalam Daerah Aliran Sungai Citarum yang seharusnya tidak pernah mengalami kesulitan mendapatkan air, khususnya untuk pertanian.

 

Ilustrasi sawah puso karena kekeringan. (Foto: Antara Foto).

 

Lahan terlantar

Imas (51) petani warga Kecamatan Cibeber, satu dari ribuan petani di wilayah tersebut yang tidak dapat menggarap sawahnya. 

Padahal, setiap musim panen dapat menghasilkan 6 sampai 8 ton padi, dari lahan seluas satu hektare yang saat ini mengalami kekeringan.  

Sayangnya juga, lahannya itu pun tak dapat ditanami palawija karena tanah sawah tersebut mulai pecah-pecah.

Panen beberapa bulan yang lalu, masih menyisakan jerami kering di setiap penjuru area persawahan yang memiliki luas hingga ribuan hektare, di sembilan desa di Kecamatan Cibeber. 

Selama ini, wilayah tersebut mengandalkan air dari saluran irigasi yang terletak di aliran Sungai Cisokan. Namun sayangnya tidak dapat lagi memberikan air, karena ambrol beberapa bulan yang lalu.

Akibatnya, 1007 hektar lahan pertanian yang biasa menghasilkan puluhan ribu ton beras itu, sejak dua bulan terakhir tidak dapat ditanami, dan terancam terlantar selama musim kemarau. 

Sementara itu, kemarau musim ini pun diperkirakan akan lebih panjang terjadi dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kalau sekecamatan mungkin hampir 4.000 orang petani, dengan luas lahan 1.007 hektare akan terlantar selama musim kemarau tahun ini, dan kami terancam menganggur karena tidak memiliki profesi lain. Lahan pertanian yang tadinya akan ditanami palawija tetap membutuhkan air," beber Imas.

Selama ini, ungkap Imas, petani di wilayah Cibeber, mengandalkan air dari saluran irigasi Cisokan yang sejak beberapa waktu lalu ambrol. Sehingga, debit air yang semakin surut tidak dapat diandalkan untuk mengairi saluran irigasi, apalagi sampai ke persawahan yang letaknya di atas sungai.

Petani di wilayah tersebut berharap, dinas terkait segera membangun kembali saluran irigasi yang ambrol, akibat ditelan usia karena sejak dibangun puluhan tahun lalu. Irigasi tersebut hingga saat ini belum pernah mendapat perbaikan atau pembangunan.

"Sejak saya bertani pada usia belasan tahun hingga saat ini, baru (kali ini) saluran irigasi ambrol, karena sejak dibangun sampai saat ini belum pernah mendapat perbaikan. Keberadaan saluran irigasi selama ini tidak pernah membuat petani kesulitan air, meskipun kemarau berlangsung lama," ungkapnya.

 

Ilustrasi air bersih. (Foto: Pixabay).

 

Terus Berupaya

Pemkab Cianjur berupaya menuntaskan pembangunan irigasi di sejumlah wilayah, terutama di wilayah yang selama ini masuk dalam lumbung padi Cianjur.

Salah satunya, menurunkan puluhan pompa penyedot air guna mengairi persawahan, sebagai upaya antisipasi terjadinya gagal panen total.

Perda meminta dinas serta perumdam menyiagakan tangki air bersih, untuk memasok wilayah yang mengalami kesulitan air.

Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman, mengungkapkan selama ini proses menjaga kelestarian sumber air di wilayah tersebut telah dilakukan, pihaknya bekerja sama dengan berbagai lapisan masyarakat termasuk pihak swasta. 

Salah satu caranya, dengan cara melakukan penanaman pohon di hulu dan hilir sungai yang ada di Cianjur, agar dapat terus menampung air sekalipun pada musim kemarau tiba.

Namun hal yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir itu, ungkap dia, terkendala berbagai faktor termasuk tingkat kepedulian masyarakat, untuk memelihara pohon keras yang ditanam di sepanjang aliran sungai tersebut. 

Mirisnya, banyak pohon tersebut mati dan larangan mendirikan bangunan di sempadan sungai tidak diindahkan, sehingga menyebabkan kelestarian sumber air tidak terjaga dengan baik.

Terkait penanganan kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di Cianjur, termasuk ambrolnya saluran irigasi di Kecamatan Cibeber, Pemkab Cianjur telah menugaskan dinas terkait untuk segera melakukan perbaikan secara maksimal. 

Tujuannya agar ribuan petani tidak merugi, akibat lahan pertanian mereka selama musim kemarau tidak dapat ditanami.

"Untuk saat ini kami sudah perintahkan menurunkan pompa air untuk membantu petani yang mengalami kesulitan mendapatkan air, sehingga ambrolnya saluran irigasi tidak memengaruhi produksi dan hasil pertanian. Sedangkan untuk warga yang kesulitan mendapatkan air, kami sudah perintahkan dinas dan perumdam menyiapkan tangki yang siap dikirim kapan pun," kata Herman.

Pembangunan irigasi di sejumlah wilayah di Cianjur, sebagai upaya antisipasi kekeringan setiap musim kemarau, juga diharapkan dapat dituntaskan dua tahun ke depan. Agar jutaan area persawahan di Cianjur kembali terairi seperti dulu. (Ant).