AJI Nilai Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia Naik, Bukan Membaik

AJI Nilai Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia Naik, Bukan Membaik Ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis (Foto: pexels.com)

Jakarta, Jurnal Jabar – Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim, menilai indeks kemerdekaan pers Indonesia dalam skala global yang naik 6 peringkat menjadi 113 pada 2021 terjadi karena indeks kemerdekaan pers negara lain memburuk. Menurutnya, masih banyak terjadi kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.

"Indonesia peringkatnya naik itu, karena negara-negara lain memburuk,” kata Sasmito saat menjadi narasumber webinar nasional bertajuk “Paradoks Kebebasan Berpendapat: Pembungkaman hingga Kekerasan terhadap Jurnalis” yang ditayangkan di kanal YouTube Aspirasi Online, Minggu (31/10).

Sasmito menjelaskan, penilaian dilakukan Reporters Sans Frontieres (RSF) atau Reporter Without Borders (RWB), lembaga pemantau kebebasan pers dari media di seluruh dunia yang berkedudukan di Prancis. RSF mempergunakan tiga indikator dari sisi politik, kebijakan, dan ekonomi. 

Menurut Sasmito, ketiga ranah tersebut belum sepenuhnya mendorong perbaikan kemerdekaan pers di Indonesia. Ia menuturkan, berdasarkan data yang dikumpulkan AJI, justru terdapat peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia sejak 2009 hingga 2020. Data itu terbatas pada kegiatan pemberitaan.

“Ini lagi-lagi saya tekankan, data yang dicatat oleh AJI hanya yang berkaitan dengan pemberitaan. Kalau ada jurnalis yang lagi jalan-jalan, kemudian dipukuli oleh orang dan tidak terkait pemberitaan, tidak dicatat oleh AJI,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sasmito menyampaikan kekerasan tertinggi terhadap jurnalis selama kegiatan pemberitaan terjadi pada 2020 dengan 84 kasus. 

Meskipun di tengah pandemi yang membatasi adanya pertemuan tatap muka, Sasmito menyayangkan harapan menurunnya kasus kekerasan secara langsung yang dialami para jurnalis belum terwujud. Ia mengklaim jumlah kasus justru meningkat.

Menyikapi kondisi ini, AJI terus mendorong dialog dengan DPR, terutama Badan Legislasi (Baleg), agar mengawasi kinerja ataupun dugaan-dugaan pidana yang dilakukan terhadap jurnalis. Harapannya, ada perbaikan yang dilakukan secara kolaboratif.